BIG Bersama Badan Bahasa Bersua dalam Diskusi Kelompok Terpumpun Dokumen Teknis Pendukung Proses Bisnis Penyelenggaraan Nama Rupabumi
Jakarta, Berita Geospasial - Badan Informasi Geospasial (BIG) menyelenggarakan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) dengan pokok bahasan penyusunan dokumen teknis pendukung proses bisnis penyelenggaraan nama rupabumi. Kegiatan ini diselenggarakan di Hotel The Hermitage, Jakarta pada 13-14 Oktober 2022 dengan dihadiri oleh Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim (PPRT) BIG, Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PPKLP) BIG, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek). Acara diskusi menghadirkan beberapa narasumber yang berasal dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB) Kemdikbudristek yang lebih umum dikenal sebagai Badan Bahasa serta Prof. Dr. Multamia RMT Lauder, SS., Mse., DEA dari Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia.
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari ini bertujuan untuk memfasilitasi kebutuhan mengenai penyusunan dokumen teknis pendukung proses bisnis penyelenggaraan nama rupabumi dan menindaklanjuti hasil masukan dan diskusi kegiatan Temu Kerja Eselon 2 Penyepakatan Hasil Penelaahan yang diselenggarakan pada 16 September 2022 silam. Masukan-masukan yang disampaikan antara lain tentang adanya data asal bahasa nama rupabumi yang belum sesuai dengan basis data kemdikbudristek dan unsur rupabumi yang belum ada padanannya dalam Bahasa Indonesia.
Acara diskusi dibuka oleh Harry Ferdiansyah, Koordinator Toponim dan Verifikasi Informasi Geospasial Partisipatif (TVIGP) yang mengutarakan urgensi dari penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam penyelenggaraan nama rupabumi. Pada hari pertama, Kamis (13/10) Prof. Multamia memberikan paparan tentang Konsistensi Pemisahan Elemen Generik dan Elemen Spesifik dalam Nama Rupabumi. Beliau mengemukakan bahwa dalam penyelenggaraan nama rupabumi, selain memiliki tujuan untuk tertibnya administrasi pemerintahan, juga menjadi cara untuk melestarikan bahasa daerah baik itu dalam memetakan daerah asal maupun pola migrasi masyarakat. Lebih lanjut, Prof. Multamia mengatakan bahwa pembakuan penulisan dan ejaan toponim di seluruh Indonesia harus sesuai lafal penduduk setempat, hal ini sekaligus berfungsi untuk melestarikan bahasa dan budaya lokal.
Pada hari pertama juga disampaikan paparan mengenai Pemadanan Klasifikasi Unsur Rupabumi dan Elemen Generik terhadap Ejaan Yang Disempurnakan yang disampaikan oleh Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Imam Budi Utomo, M.Hum. “Penulisan elemen generik harus disesuaikan dengan Ejaan Yang Disempurnakan yang terbaru, yaitu EYD V” ujar beliau.
Pelaksanaan DKT hari kedua terdapat dua topik yang bahasan. Topik pertama bertemakan Identifikasi Asal Bahasa dalam Melengkapi Informasi Unsur Rupabumi yang disampaikan oleh Anita Astriawati Ningrum dari Koordinator KKLP Pelindungan dan Pemodernan, Pusbanglin BPPB. Anita mengatakan bahwa dalam menentukan asal bahasa dari suatu toponim perlu ditinjau terlebih dahulu apakah bahasa tersebut berdiri sendiri ataukah bagian dari dialek bahasa lain, hal ini penting karena Indonesia memiliki 718 bahasa. Topik kedua bertemakan Penggunaan dan Pengawasan Nama Rupabumi di Ruang Publik disampaikan oleh Dr. Maryanto, M.Hum. dari Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra BPPB. Beliau mengungkapkan kemajuan di dunia toponimi belakangan ini adalah makin banyak istilah (generik) berbahasa asing yang dipadankan dengan bahasa Indonesia di ruang publik.
(FAN/FR/FY)